eramuslim -
“Tetaplah menjadi dirimu sobat”. Baru saja kuletakkan gagang telepon setelah
menghubungi seorang sahabat untuk sesuatu hal. Entah, rasanya Allah menuntun
tangan ini untuk menekan tombol tombol nomornya. Dan puji syukur, hari ini aku
mendapatkan satu nasihat yang sangat berharga dalam hidupku.
Sebagai
manusia, terkadang kita tidak sekuat yang kita banggakan, tak pernah sehebat
prasangka sendiri, tak pernah setangguh bayang-bayang idealisme. Karena justru
pada saat kebanggaan,
prasangka diri dan bayangan kehebatan itu menjadi tameng dalam menjalani kehidupan, sesungguhnya, semua itu adalah tameng yang semu, yang tak pernah sanggup menahan sebutir debu pun untuk mengelabui mata ini, yang tak pernah bisa mencegah sehelai duri halus menembus kulit kaki kita yang terus melangkah. Adalah manusia yang sombong, yang tak pernah mengharapkan seorang sahabat sejati mengiringi setiap langkahnya, meski hanya dalam do’a.
prasangka diri dan bayangan kehebatan itu menjadi tameng dalam menjalani kehidupan, sesungguhnya, semua itu adalah tameng yang semu, yang tak pernah sanggup menahan sebutir debu pun untuk mengelabui mata ini, yang tak pernah bisa mencegah sehelai duri halus menembus kulit kaki kita yang terus melangkah. Adalah manusia yang sombong, yang tak pernah mengharapkan seorang sahabat sejati mengiringi setiap langkahnya, meski hanya dalam do’a.
Kita
bukan malaikat yang tak pernah bisa tersentuh kemaksiatan, yang tak mungkin
berbuat dosa karena ia memang terbuat dari dzat yang jauh dari kegelapan.
Sedangkan kemaksiatan dan dosa, lebih banyak dari sudut yang gelap yang
seringkali tak tertangkap mata kehadirannya, setidaknya oleh mata hati yang lengah.
Kita
bukan Rasul yang Allah beserta para malaikat setia mendampingi dan menjaga dari
jalan yang salah.
Dan
yang pasti, kita bukanlah syaitan yang dengan izin Allah, ia senantiasa
melakukan perbuatan-perbuatan yang mengabadikannya di neraka.
Namun
demikian, meski sebagai manusia, kita juga bisa bercahaya dan saling menerangi
sesama, jika kita saling menasihati, saling menegur jika mendapati yang salah.
Meski
hanya seorang manusia biasa, kita juga punya Allah dan para malaikat yang
senantiasa memperhatikan dan melindungi kita, jika kita menginginkannya.
Tangan-tangan
Allah, sentuhan para malaikat, bisa jadi tak secara langsung kita rasakan
seperti saat Dia membantu para Rasul-Nya mengemban missi dakwah. Dalam
perjalanan mengarungi hidup, bukan tak mungkin salah, khilaf menyebabkan diri
ini tergelincir bahkan terjerumus pada lubang yang dalam. Yang bahkan teramat
sulit untuk kembali.
Berjalan
sendiri, bukan tak boleh, namun saat semakin derasnya hujan dan angin yang
bertiup, bukankah kehadiran seorang sahabat dapat lebih membantu memegangi
payung yang nyaris terbawa angin? Bertahan dalam badai topan maupun banjir
bersama seorang teman, pasti lebih memberikan kekuatan dan kesabaran dari
kesendirian. Bahkan sekedar untuk mencabut uban di kepala, kita membutuhkan
bantuan orang lain.
Lalu,
masih sombongkah kita untuk bersikeras berjalan sendiri tanpa menghiraukan
seruan-seruan dari orang lain? Masih egoiskah diri ini untuk yakin tetap
selamat tanpa mempedulikan nasihat-nasihat dari siapapun?
Percayalah,
dari manapun datangnya, jika ia membawa nasihat, teguran yang terkadang teramat
pahit
terasa, bahkan tamparan yang memilukan, namun jika untuk keselamatan kita,
merekalah sahabat sebenarnya.
Bersyukurlah
Allah masih berkenan menghadirkan mereka dalam hidup ini.
subhanallah... bagus blogx nisa.. n_n
BalasHapusklo bleh kasih saran, gmna klo tiap postingan di kasih read more atau baca slngkapnya dan di batasi brpa jmlah postingan yg tampil biar tdak penuh sampek ke bawah. atau kalau tdak mau di kasih read more, lbh baik 1 postingan yang di tampilkan. maaf skedar saran....
BalasHapus